Saturday, March 24, 2012

Niat Berbagi, Eh... Malah di Marahi

Apes sungguh apes.. niat hati ingin berbagi, eh.. malah kena marah bapak sopir angkot.

Pukul 16.30 sore kemarin, selepas mengajar, saya memutuskan untuk pergi ke mall Lembuswana Samarinda. Sendiri saya pergi kesana dengan menggunakan jasa angkutan kota berwarna hijau dengan label "A". Sore itu rupanya saya menjadi penumpang satu-satunya dalam angkot tersebut. Cukup menyenangkan menjadi penumpang satu-satunya karena bisa geser kanan geser kiri sambil meluruskan kaki :).

Setelah beberapa saat, angkot yang saya tumpangi berhenti di lampu merah. Pada saat itu terlihat beberapa anak penjual koran menjajakan korannya kepada setiap pengendara, serta pengamen-pengamen kecil, tanggung, dan dewasa mulai bernyanyi sekenanya. Sebagian besar dari mereka mendatangi mobil-mobil pribadi, berharap ada hasil dari sana. Namun ada juga sebagian kecil yang mendatangi motor maupun angkot. Salah satunya adalah seorang remaja tanggung(mungkin sekitar 12 atau 13 tahun usianya) dengan okulele di tangannya, yang saat itu bernyanyi d dekat jendela angkot yang saya tumpangi. Tanpa pikir panjang, spontan saja saya memberikan sebagian uang saya sambil tersenyum dan mengatakan "Semangat dek". Remaja tanggung itu tersenyum sambil berterima kasih. Setelah dia berlalu, bapak sopir yang dari tadi diam saja mulai mengeluarkan suara. beginilah percakapan singkat kami:

Bapak sopir: "Mbak ngapain ngasih itu bocah duit segala? yang kayak begitu ndak usah di kasihani mbak, mereka itu males-males"

Saya: "Ndak papa pak, saya pengen aja"

Bapak sopir: "Oalah mbak... yang kayak begitu kalau di beri malah jadi kebiasaan, ndak bagus. Menipu orang."

Saya: "Ya sayanya nggag merasa dirugikan koq pak, lha wong saya cuma niat ngasi."

Bapak Sopir:"Wah yang begini ini, anak anak begitu jangan di kasihani mbak. Mereka itu pada males semua. Kalau saya mau ngasih, saya lihat dulu mbak, bener perlu ndak ini orang. Walaupun ndak ngemis kalau mereka perlu saya kasi ,mbak, tapi ndak yang model kayak begini ini"

Saya: "Ya monggo pak... kalau saya nggag mikir sejauh itu, dan saya ndak nyesel lho pak"

Bapak: "hahaha... salah mbak ini, salaaahhh"

Setelah percakapan itu saya terdiam sampai di tempat tujuan. Saya beristighfar dalam hati. Apa iya saya salah? apa iya saya telah mendukung mereka untuk jadi ndak bener seperti yang tersirat dalam percakapan bapak tadi. Sungguh tidak ada niat sedikitpun untuk membantu mereka menjadi ndak bener. Menurut saya, tidak ada yang salah dalam kejadian singkat bersama pengamen tadi. Semua kembali ke pribadi masing- masing. Saya ndak berhak ikut campur, jumlah yang sangat tidak seberapa tadi terserah deh mau di apakan sama anak itu, saya pun sungguh tidak berhak berburuk sangka ke pengamen itu. Baik atau buruk, biar masing2 individu yang mempertanggung jawabkan. Sekali lagi saya mengelus dada. Biarlah Allah yang tau hati setiap hambanya.

Semangaaaaaaaaatttt.....

Thursday, March 15, 2012

Ketika "Suku" Menjadi Syarat dalam Menentukan Pasangan Hidup

"Nek bunda yo terserah ae nduk... seng penting se-iman, arep wong opo ae seng penting apik. Tapi mbok yo nek iso seng jowo ae toh nduk....."

Kalimat di atas adalah satu kalimat yang acap kali terlontar dari bundaku ketika kami sedang membicarakan masalah memilih pasangan hidup. Kalimat ini pertama kali terlontar beberapa tahun yang lalu saat ada seorang pemuda yang tidak sesuku denganku, berniat serius ingin meminangku. Pada saat itu aku belum genap berumur 19 tahun. Lalu kuceritakanlah perihal si pemuda itu kepada bundaku. Nampak ada sedikit perubahan pada air muka bunda, lalu terlontarlah kalimat sakti tersebut. Di awal kalimat, aku menangkap bahwa bunda memberiku kebebasan untuk memilih calon,entah dari segi finansial, latar belakang keluarga, ataupun budaya. Namun ketika aku mendengar kalimat berikutnya, ada batasan nyata yang selanjutnya merupakan syarat utama bagiku dalam menentukan pilihan.

Akhirnya si pemuda mundur perlahan setelah aku jelaskan persoalannya. Pada saat itu ada perasaan sedih dan merasa bersalah kepada si pemuda. Namun sungguh aku tidak bisa mengabaikan pernyataan bunda waktu itu. Aku paham, kalau di dalam agamaku, aturan pemilihan pasangan sungguh tidak mencantumkan masalah kesukuan sebagai bahan pertimbangan. Disini aku hanya tidak ingin mengecewakan orang tuaku. Saat ini, aku memasukkan satu lagi syarat utama berdasarkan apa yang di deklarasikan oleh orang tuaku. Memang benar mereka tidak ada mengatakan "Wajib sesuku" namun perlu digaris bawahi bahwa, kata "nek iso" atau "kalau bisa" ala mereka adalah satu keinginan besar yang dengan segenap jiwa berusaha aku wujudkan. Memang benar bahwa kelak yang menjalani kehidupan rumah tangga adalah aku, bukan mereka. Tetapi aku tidak mau nekat membangkang dengan menentukan pilihan sesukaku.Karena bagiku, keinginan orang tuaku adalah cita-citaku, bahagia mereka adalah bahagiaku.

Mungkin kasus seperti ini bukan hanya aku yang mengalaminya. berbagai faktor menjadi alasan para orang tua untuk memasukkan kesukuan sebagai syarat . Kalau dilihat dari sudut pandang orang tuaku, mereka menjadikan perbedaan budaya sebagai faktor utama dalam ketidaknyamanan berumah tangga. Bunda pernah berkata, "nek podho wi luwih enak nduk, gag usah menyesuaikan lagi, gag perlu perdebatan dalam menenfukan ini itu." Ada benarnya juga sih, kalau sama memang jauh lebih mudah untuk menyesuaikan dan melanjutkan tradisi. Faktor kedua adalah lingkungan. Aku tinggal di Kalimantan Timur, di mana sebagian penduduk disini adalah pendatang. hal ini mengakibatkan adanya multicultural. Bunda dan bapak sering mendapati tetangga yang berbeda suku (maaf) aneh-aneh masalahnya. Mulai dari masalah tata krama, masalah sosial, dan lain sebagainya. Kebetulan saja mereka menyaksikan sisi- sisi yang tidak menyenangkan dari orang- orang yang tidak sesuku. Sebenarnya orang tuaku sangat bersahabat dengan semua orang. Hanya untuk masalah memilih menantu itu saja yang prinsipnya tidak bisa di ganggu gugat.

Aku pribadi adalah orang yang tidak memandang orang lain berdasarkan suku. Aku pernah beberapa kali (walau hanya di hati saja) merasakan ada getar rasa terhadap pemuda yang tidak sesuku denganku. Yah... masalah rasa, bukan kita yang bisa menentukan mau dimana, kapan dan dengan siapa hati kita merasakan getaran- getaran aneh di hati. Aku menikmati hadirnya rasa tersebut, bermain dengan gejolak hati. Menurutku "rasa" adalah anugrah yang sangat indah dari-Nya. Tapi aku sadar sepenuhnya bahwa dalam pernikahan, bukan hanya hati atau rasa yang di nikahkan.Ada dua keluarga yang akan berhubungan dan berdampingan. Ada hal lain yang harus di pertimbangkan. Jangan sampai sebuah pernikahan yang mengedepankan urusan rasa, bisa menjadi boomerang bagi kehidupan yang akan di jalani di masa yang akan datang.

Saat ini usiaku 21 tahun, masih menjalani semester akhir di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kalimantan. Aku sangat ingin menikah muda, tapi pengalaman yang lalu membuatku lebih berhati-hati dalam mengolah rasa dan menentukan pilihan. Saat ini lebih memilih sendiri karena memang belum saatnya untuk memilih "the one". Syarat selanjutnya, harus lulus dulu( mohon do'a ya ^^). Sangat ingin langsung dilamar saja nanti, tidak melalui proses pacaran hehee.. amiiinnnn....

Salam hangat...

Balikpapan-Samarinda, Pilih mana?

Sudah Hampir empat tahun saya tinggal di Samarinda( kota dimana saya menempuh pendidikan demi menjadi seorang pendidik) dan selama itu pula saya selalu merindukan dan ingin kembali secepatnya ke Balikpapan(kota kelahiran saya). Memang setiap kota memiliki ciri khas dan keunggulunnya masing masing. Tapi berdasarkan kacamata saya, jika Samarinda di bandingkan dengan Balikpapan, aduh.. sulit sekali untuk di sejajarkan, bahkan mendekatipun tidak. :P

Berikut adalah beberapa perbedaan mencolok antara Samarinda dan Balikpapan.

1. Kebersihan

Poin pertama ini adalah perbedaan yang paling menonjol saya temukan ketika pertama kali menginjakan kaki di Samarinda. Di Balikpapan, saya sulit sekali melihat sampah (entah bekas jajanan atau apa) di jalan besar maupun kecil. Di Balikpapan,tidak sulit menemukan tempat sampah seperti yang terjadi di Samarinda. Selain itu, orang- orang akan malu jika membuang sampah sembarangan, jalanan begitu bersih, sehingga mereka tidak tega untuk menambahkan "hiasan" baru di sana. Berbeda dengan di Samarinda, orang- orang tidak akan segan membuang "hiasan" di sana sini, karena mereka bukan yang pertama kali melakukannya. Kemudian, Di Balikpapan, petugas kebersihan mengangkut sampah sebelum pagi, sehingga ketika saya keluar untuk menikmati pagi, kesegaran udara akan saya rasakan. Setiap saat selalu ada petugas kebersihan di setiap sudut jalan, sehingga kalaupun ada warga yang kurang sadar akan kebersihan, maka pasukan orange akan dengan sigap mengatasinya. Tidak jarang saya melihat para pahlawan kebersihan ini bisa bersantai (mungkin karena tidak adanya sampah yang di buang warga nakal).


2. Kerapian

Jika di bandingkan dengan Balikpapan, Samarinda tentu saja lebih semrawut tata kotanya, lebih tidak teratur, sehingga kurang indah untuk dipandang. Sungguh sangat kontras pemandangannya.



3. Ketertiban Lalu Lintas

Di Samarinda, kesadaran warga akan pentingnya tertib lalu lintas masih kurang dirasakan. Banyak pengendara motor atau mobil yang masih suka ugal-ugalan, sehingga mengganggu kenyamanan berkendara pengguna jalan yang lain. Setiap saya menemani teman atau kerabat saya yang notabene berasal dari Balikpapan, menyusuri kota Samarinda, pasti sepanjang jalan yang saya dengar dari mereka adalah, "Samarindaaaaaa Samarindaaaa.... ckckckckckckckckk" begitu saja sambil menggeleng- gelengkan kepala. Haha.. lucu sekali, karena hampir semua berkomentar begitu. Wajar saja begitu, karena kami hampir tidak pernah menemukan ketidak tertiban yang parah seperti di Samarinda ini (bagaimana dengan kota besar lain ya?) hehehe.



Lalu lintas di Jembatan Mahakam Samarinda setiap harinya (sumber: google.com)
Itulah tiga perbedaan mencolok yang saya rasakan antara Balikpapan dan Samarinda. Tapi biar bagaimanapun rupanya Samarinda, suatu saat, jika saya telah kembali ke Balikpapan, pasti saya akan sangat merindukan kota ini, termasuk merindukan kesemrawutannya hehehe.

Search This Blog